Jumat, 01 Juni 2012

the asian true ghost stories


AISYAH
Rojas , 15 , Sarawak
                Malam itu… hawa di asrama laki-laki panas sekali. Husein masih belum bisa tidur. Berkali-kali ia membalikkan badan di tempat tidur sambil mengumpat-umpat.
                “kenapa aku harus tidur secepat ini? Aku kan sudah sehat!”
                Sudah tiga hari ini ia menempati klinik asrama karena radang tenggorokan. Sebenarnya, sore itu dokter menyatakan bahwa ia sudah sembuh, tapi baru boleh kembali ke kamar esok pagi.
                “besok saja ya! Sekarang tanggung, lagi pula kamarmu belum dibersihkan. nanti, kalau kamu sakit lagi bagaimana? Kamu nggak mau penyakitmu bertambah parah kan?” Dokter Hamed berujar sambil tersenyum. Suster Ema yang berdiri di samping ikut mengiyakan sambil mengacak-acak rambut Husein dengan lembut.
                “betul, nak. Tadi waktu saya kesana, dinding kamarmu masih dicat dan kemungkinan baru selesai besok pagi. Sabar ya, nak. Kamar ini kan jauh lebih luas dan pemandangan dari sini pun bagus sekali. Besok saja ya, nak?” suster Ema meyakinkan Husein untuk tetap tinggal di kamar perawatan semalam lagi.
                Husein terpaksa menurut sambil bersungut-sungut .Sialan, umpatnya dalam hati, bisa mati kebosanan aku di sini. tinggal sendirian selama tiga hari d klinik asrama yang letaknya bersebelahan dengan kamar ibu asrama terasa tiga tahun baginya. Tidak ada televise dan radio. Sungguh membosankan! Setiap hari yang d kerjakannya hanyalah membaca buku-buku cerita usang yang dipinjamnya dari Syahril, anak tukang kebun di asrama tersebut.
                Anak Kancil Bertemu Berry si Beruang Cokelat... “Husein menggumam sambil jemarinya menyeruak halaman demi halaman buku cerita lusuh di hadapannya. Apa remaja seumur dia masih suka membaca buku cerita anak-anak seperti ini? Husein menggeleng-gelengkan kepala sambil diam-diam menertawakan Syahril yang memang penampilannya lugu dan polos. Pantas dia masih jomblo. Husein tersenyum sambil membayangkan Syahril dengan sandal jepit biru dan kaos oblong kedodoran yang hampir tiap hari dikenakannya.
                Hawa ruangan d samping kamar ibu asrama masih terasa panas. Namun, husein sudah tidak mengindahkan lagi. Ia tenggelam dalam kisah kancil dan beruang. Baginya, tak ada jalan lain untuk membunuh waktu yang membosankan, selain memaksakan diri dan terlarut dalam alur cerita yang sebenarnya membosankan itu.
                Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Jam sudah menunjukkan hampir pukul setengah satu pagi. Sayup-sayup terdengar suara binatang malam bersahutan dari jendela luar jendela kamar. Sesekali diiringi suara lembut embusan angin yang bertiup di sela-sela cabang pohon-pohon aksia, disamping kanan jendela kamar bercat putih tersebut.
                Huseiin memandang ke arah jendela di sampingnya yang terbuka setengah. Angin malam berembus masuk ke dalam kamarnya yang juga di cat putih. “huh, kok masih panas, ya,” keluhnya sambil mengusap kening yang agak berkeringat.
                Kipas anginnya sudah lama tak berfungsi. Tangannya bergerak untuk membuka jendela itu lebih lebar lagi. Seketika, ia menangkap sesosok  bayangan putih berkelebat di atas pohon tepat di sebelah kamar.
                Husein menggosok-gosokkan mata. Apa itu, pikirnya penasaran.
                Husein kini duduk dengan tegak di atas ranjang, yang berderit-derit sesaat dia menggerakan tubuhnya yang sedikit gempal. Sosok itu kian terlihat jelas. Sesosok wanita muda cantik sedang duduk di atas dahan tinggi sambil menggerak-gerakkan kaki dan bersenandung pelan. Seolah-seolah, ia sedang di atas ayunan. Rambutnya yang hitam lurus ikut bergerak-gerak di tiup angin malam. Parasnya lembut dan cantik. Wanita misterius itu terus asyik bersenandung, seolah tak memperhatikan sepasang mata yang mengawasinya dari kejauhan.
                Husein menatapnya tak berkedip. Jantungnya berdegup keras. Keringat dingin mulai membasahi sekujur tubuh. Tangannya gemetaran. Otaknya seakan berhenti berputar. Dia hanya duduk terpaku menatap pemandangan ganjil di depannya.
                Sekonyong-konyong, wanita itu berhenti bersenandung. Tiba-tiba, ia menatap lurus kearah husein yang masih duduk terpaku di dalam kamar. Tatapannya tajam dan menusuk, setajam tatapan elang yang hendak menerkam mangsanya bulat-bulat. Suasana bertambah hening mencekam. Husein merasakan darahnya seakan berhenti mengalir.
                Sebelum husein sempat menyadari apa yang sedang terjadi. Wanita itu ‘terbang’ melayang dari atas pohon tempatnya bertengger. Detik berikutnya, wajah wanita itu sudah berada dekat sekali di ambang jendela. Mata mereka saling bertatapan satu sama lain. Wanita itu berdiri begitu dekat dengan wajahnya sehingga husein bisa merasakan embusan hawa dingin dari sosok di hadapannya itu. Saat berikutnya, tiba-tiba saja wanita itu tersenyum menyeringai. Wajah cantiknya digantikan oleh paras yang terihat begitu menyeramkan. Taringnya yang panjang dan runcing menyeruak dari balik senyumnya yang jahat!
                Husein tersentak! Refleks ia menutup jendela, menguncinya serta menutup tirainya rapay-rapat. Ia gemetaran hebat di atas ranjang. Detik berikutnya, ia menjerit dan berteriak-teriak minta tolong. Ia menyelubungi dirinya dengan selimut bergaris hijau yang selama ni tidak pernah dipakai. Tapi kemudian, ia teringat bahwa ibu asrama sedang keluar kota dan ia juga tidak tahu kemana suster centil yang seharusnya berjaga di kamar sebelah. Sial!Sial!Sial! Sejuta kali SIAL! Ia berkali-kali mengumpat dalam hati.
                Kemudian, ia berusaha mengucapkan doa-doa yang pernah dipelajarinya selama ini. Entah karena gugup atau lupa, tidak satu pun doa yang sempurna diucapkannya.
                Tapi, ia tidak peduli. Ia terus berusaha keras merapalkan doa-doa sebisanya sampai ia kelelahan dan jatuh tertidur di balik selimutnya yang tebal. Beberapa saat kemudian, ia terbangun karena merasa kegerahan. Tubuhnya basah kuyup oleh keringat. Pelan-pelan ia membuka selimut yang menyelubungi kepalanya sedikit demi sedikit dan mengintip keaadan kamar. Keadaan sunyi senyap. Jam dinding berdetak pelan dan lembut. Husein melirik ke arah jam tersebut. Sudah pukuk 2.15 pagi.
                Ia menyibakkan selimut berusaha untuk tidur lagi ketika mendengar suara langkah sepatu berhak tinggi di koridor depan kamarnya. Mungkinkah itu ibu asrama yang baru datang dari luar kota?
                Husein baru saja memejamkan mata ketika mendengar seseorang membuka pintu kamarnya dan melangkah masuk ke dalam.
                “bagaimana keadaan hari ini, sayang?”  suara suster Jane yang genit menenangkannya. Mendadak ia merasa lega karena tidak sendirian lagi. Parfum suster Jane nulai menyeruak memenuhi ruangan tersebut.
                Rupanya, malam ini ia bertugas menggantikan suster Emi.
                “eh, baik, sus. Suster dari mana? Kok sudah selarut ini belum tidur?” Tanya husein.
                “aku baru saja menemani bu Christin menonton televisi, lalu jalan-jalan di luar sebentar. Soalnya, udara panas sekali hari ini.” Suster Jane berkata pelan sambil mengusap-usap dahi husein yang basah oleh keringat.
                “kamu sendiri kok belum tidur, sayang?” suster muda yang terlihat sangat cantik dan seksi itu tersenyum lagi. Ia begitu lembut dan penuh perhatian. Tangannya yang halus terasa sangat menentramkan hati husein yang segera melupakan kejadian menyeramkan tadi. Kini, jantungnya mulai berdegup kencang lagi. Bukan karena takut.(…) tak lama, husein pun merasa mengantuk dan mulai menutup mata.
                “tidurlah, sayang…” suster Jane berkata lembut. Rambutnya yang harum menyapu lembut wajah husein.
                Husein membuka matanya kembali untuk mematikan lampu baca yang ada di samping tempat tidurnya. Tanpa sadar, ia melihat ke arah lantai. ternyata, kaki yang selama ini dikiranya suster Jane tidak menapak tanah. Wanita itu melayang di udara!
                Seketika husein menjerit dan meloncat dari tempat tidur. Ia berlari di koridor sambil berteriak-teriak seperti orang gila. Ia terus berlari sekencang-kencangnya ke arah kamar Pak Singh, tukang kebun, yang kebetulan berada tidak terlalu jauh dari kamarnya. Ia menggedor-gedor pintu sambil berteriak-teriak ketakukan. Matanya nanar dan napasnya terasa sesak.
                Sesaat kemudian, husein sudah berada di dalam kamrt pak singh. Tukang kebun itu masih berusaha menenangkan husein. Sementara itu, para guru dan teman-teman husein yang terbangun kini sudah berdesak-desakkan di kamar pak singh. Mereka bertanya-tanya apa yang telah terjadi.
                “tenang, tenang…. Biarkan ia minum dulu,” kata pak singh sambil menyodorkan segelas air putih. Husein menerima air yang disodorkan dan segera meminumnya. Tanpa disadari, tiba-tiba dia merasa sangat haus. Dalam sekejap, air dalam gelas sudah kosong. Pak singh dan semua orang yang ada di situ memandangnya cemas.
                “kamu tidak apa-apa, nak?” Tanya pak singh.
                Husein menggelengkan kepalanya lemah. Kini, ia sudah jauh merasa lebih baik. Beberapa saat kemudian, setelah merasa sedikit tenang, Ia menceritakan apa yang telah dialaminya malam itu. Semua berpandang-pandangan.
                “pasti itu Aisyah. Ya, itu pasti dia…” orang-orang rebut menggumam.
                “Aisyah? Siapa dia? Dahi husein berkerut.
                Kemudian, pak singh menceritakan bahwa beberapa tahun silam ada seorang siswa yag dikeluarkan dari asrama karena berpacaran dengan anak salah seorang tukang kebun waktu itu. Hubungan mereka tidak direstui oleh kedua belah pihak sehingga pihaknasrama terpaksa mengeluarkan siswa tersebut dari sekolah.
                “sejak saat itu, nak, anak laki-laki itu… di sini. Aisyah pun putus asa. Hidupnya berakhir tragis. Ia bunuh diri di dahan pohon, tepat di didepan kamar klinik, tempat kamu tidur mala mini. Tubuh kakunya baru ditemukan keesokan harinya. Sang ayah lah yang melihatnya pertama kali,” pak singh melanjutkan cerita sambil termenung.
                Tak lama setelah peristiwa tersebut, beberapa siswa dan guru sering menemui hal-hal ganjil dan menyeramkan di sekitar pohon, terutama pada malam bulan purnama. Persis seperti apa uang dialami husein pada malam itu.
                Bahkan, tahun sebelumnya ada dua orang siswa yang sedang melewati koridor di dekat klinik asrama secara kebetulan melihat seorang gadis berpakaian suster yang wajahnya mirip Aisyah. Tetapi waktu didekati, gadis itu tiba-tiba menghilang. Beberapa orang tukang yang sedang membetulkan pipa di halaman belakang pun kadang-kadang melihat sesosok wanita muda berpakaian putih sedang duduk berayun-ayun di atas pohon sambil bersenandung riang dan tertawa-tawa kecil.
                “tapi, kata mereka, wajah pucat wanita itu menunjukkan kesedihan yang dalam,” pak singh menutup ceritanya. Dengan tidak sabar, ia mengusir kerumunan anak-anak hingga tinggal para guru di kamar itu.

1 komentar: